What?
Memang Benar kata orang bijak,
jalan dakwah itu tidaklah lurus. Sering kali berliku dan tidak sesuai harapan.
Merencanakan adalah hak semua umat manusia, tetapi Allah lah yang menetukan.
Maka usaha disertai do’a adalah penghias ikhtiar para mukminin. Banyak orang
menganggap dakwah adalah tugas para ustad yang selalu ceramah di depan podium,
memberikan materi-materi yang sering kali hilang begitu saja setelah ta’lim
atau pengajian usai. Mungkin saja saya atau anda adalah bagian dari itu. Allah
telah berfirman bahwasanya menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah
tugas semua umat manusia. Tentunya saling menasehati dalam kebaikan dan
kesabaran. Namun, kebanyakan dari kita atau mungkin saya sudah merasa paling
“hebat”. Tidak perlu ikut pengajian, tidak perlu lagi ikut mentoring, tidak
perlu lagi ikut ta’lim rutin setiap minggunya. Saya selalu sadar bahwasanya
kita bukanlah malaikat ataupun nabi yang imannya selalu statis atau bahkan
mengingkat setiap waktunya dan tidak pernah turun sekalipun. Untuk itu, kita
perlu partner ataupun sebuah kelompok untuk menjaga ruhiah dan iman kita agar
tetap stabil dan berharap akan terus meningkat.
Which One?
Adalah nasyid, sebuah seni suara
yang sudah berkembang cukup pesat di Indonesia ini. Nasyid tidaklah jauh
berbeda dari tembang religi. Hanya saja, nasyid dinyanyikan oleh 2 personil
atau lebih. Sedangkan lagu-lagu religi atau rohani, sering kali dinyanyikan
secara solo dan diiringi oleh band atau pun orchestra ternama. Namun, pada decade
terakhir, solo nasyid pun bermunculan. Baik itu local, nasional, maupun
international. Kalau saya sebut VC Gema, Dimensi3, Sigma, Azam Voice, Harmoni,
Bertuah, Ali Sastra, Snada, dan beberapa tim dan solo nasyid lainnya, mungkin hanya
segelintir orang yang tau. Akan tetapi, banyak orang yang akan merespon cepat
dan merasa tak asing apabila diperdengarkan lagu-lagu dari Maher Zein, Wali
Band, Afgan, Ada Band, Gigi, Sulis, Opick, Armada, ataupun Hadad Halwi. Itulah perbedaan
antara nasyid dan religi. Pelantun nasyid, baik solo maupun tim tahu betul apa
tujuan bernasyid itu dan harus bagaimana. Ada keharusan yang harus ditunaikan
dan tidak boleh diabaikan. Namun tidak untuk band-band religi musiman yang
membuat lagu-lagu religi pada timing tertentu, walaupun ada beberapa yang tetap
konsisten dalam memproduksi lagu-lagu religi. Ini lah jalan yang saya dan
sebagian orang pilih, menjadi munsyid.
Who?
Semenjak duduk di bangku SD, aku
selalu diperdengarkan lagu-lagu nasyid oleh Ibu saya. Beliau adalah wanita
terbaik yang pernah saya kenal, dan saya bersyukur dilahirkan oleh beliau. Ibu
saya yang kerap saya panggil mama, sering kali memberikan taujih-taujih tentang
Islam dengan cara yang sangat menarik. Bisa dari cerita, seni, dan gambar-gambar.
Dahulunya, mama adalah seorang penyanyi di Universitas tempat ia menuntut ilmu.
Dan Alhamdulillah, tidak melebihi batas dan tercover dengan baik semenjak
setelah menikah. Dan ternyata, darah seni itu mengalir dalam darah saya, dan
menjadikan saya seperti sekarang. Saya mulai aktif bernasyid ketika kelas 6 SD.
Terus Vacum hinggal kelas 2 SMP. Kemudian Vakum kembali, sehingga berhasil
membentuk tim seutuhnya di kelas 1 MA (sederajat dengan SMA). Ya, Madrasah
Aliyah Negeri Selatpanjang, adalah destinasi pendidikan yang telah membentuk
karakter saya hingga sejauh ini. Di samping nasyid, menjadi pemain band dan
menyanyi solo adalah hobi tersendiri bagi saya dulunya. Namun saya lebih
memilih dunia nasyid, dunia yang menurut saya tidak ada ujungnya, dan jauh dari
peminat. Mengapa? Karena memang saya merasa nyaman di sini. Mungkin memang
nasyid lahir dari kalangan orang-orang Islam dan berisi nasehat-nasehat tentang
Islam yang kampungan, udik, dan membosankan. Tapi, asalkan dikemas sebaik
band-band papan atas (bukan atas papan), dengan komitmen tinggi serta niat
tulus, in sha Allah akan mudah di terima oleh semua kalangan. Saya yakin, selau
ada kemudahan, setelah semua rintangan menghadang. Selalu ada jalan, kalau ada
kemauan.
“Tunggu Tulisan Selanjutnya…..”
Follow @dhani_suheri
Afwan. Sebaiknya dalam penulisan insya Allah jangan seperti "In sha Allah" . Sebagaimana bahasa arab maka tulis latin nya juga murujuk kesitu . Demikian
BalasHapusterima kasih sudah mau memberi masukan affan. ini affan yang dari dumai kan? mengenai penulisan kata terkait,,ana rasa ada beberapa perbedaan pendapat. dan ana rasa itu tergantung niat saja.. penulisan kata terkati ini pun sudah banyak dibahas. dan dari seluruh pendapat yang, ana bisa menilai bahwa,,,,yang terpenting niat kita.. kalau ilmu lebih tentang ini,,,boleh lah dishare di sini. syukron. Salam Blogger.. :) Wassalam'alaikum
BalasHapus